Malang – GUSNUL YAKIN di mata publik sepak bola Malang Raya, tetaplah sosok legenda dan dihormati. Terutama di kalangan pelatih.
Pria kelahiran Kota Malang, 17 Maret 1956 tersebut, merupakan pelatih kesayangan dua pendiri Arema FC yang sudah berpulang. Brigadir Jenderal TNI (Purn) Acub Zaenal dan Ir Lucky ‘Sam Ikul’ Andrianda Zainal.
Perannya tak sekadar seorang pelatih di lapangan saja. Mantan gelandang bertahan Timnas Indonesia era akhir 1970-an tersebut, juga teman diskusi Acub Zaenal dan Sam Ikul.
Dia selalu datang sebagai pelatih kepala. Atau pelatih pengganti Arema. Ketika tim tengah didera kesulitan krisis finansial. Tak heran dia kemudian dijuluki pelatih spesialis kapal karam. Paling tidak dalam lima musim kompetisi di Arema dan tim-tim lainnya.
Pada kompetisi Galatama XII tahun 1992/1993 paruh musim, menggantikan M Basri yang hengkang ke Mitra Surabaya dan Liga Dunhill II 1995/1996. Lanjut Ligina IV 1997/1998, Liga Bank Mandiri IX 2003 dan Djarum Indonesia Super League I 2008/2009, menggantikan Bambang Nurdiansyah, selepas laga pekan keempat.
‘’Saya dulu diminta melatih Arema dan bukan menawarkan diri. Sebagai pelatih Arema lima kali, saya tidak pernah memikirkan bayaran yang didapatkan berapa. Saya hanya bangga bisa menangani tim tempat lahir saya. Musim 1997/1998, saya pernah hanya dibayar sekarung beras satu kuintal. Micky Tata yang mengangkutnya naik motor ke rumah saya. Dengan kondisi yang pas-pasan, Arema bisa menyelesaikan kompetisi di peringkat keenam Grup Timur,’’ kenang Gusnul.
Rekor terbesar dan terbaik sepanjang karir kepelatihan pria yang kini berdomisili di Jalan Sawajajar, Kota Malang tersebut, adalah membawa Arema meraih gelar juara Galatama XII 1992/1993. Untuk pertamakalinya.
Kedua, menyelamatkan tim dari jurang degradasi. Pada Indonesia Super League I 2008/2009. Ketiga, dia pelatih pertama Indonesia, yang lulus dan mengantongi lisensi kepelatihan professional (setara lisensi A AFC) di KNVB (Koninklijke Nederlandse Voetbalbond) atau federasi sepak bola Belanda, UEFA tahun 1991.
‘’Hal yang membuat kebanggaan tersendiri bagi saya sebagai pelatih, Arema juara Galatama XII 1992/1993. Kemudian bisa melepaskan Arema dari degradasi Indonesia Super League 2008/2009. Kedua -duanya sebagai pelatih pengganti,’’ tutur pelatih ramah, yang tak banyak bicara tersebut, kepada kepada Di’s Way Malang Post, kemarin.
Gusnul mengawali karir kepelatihannya, justru bersama Warna Agung Jakarta. Membantu Endang Witarsa, sebagai asisten pelatih musim 1987/1988. Dia mengaku dipaksa Endang Witarsa, untuk berai memulai karir baru di dunia kepelatihan di Warna Agung.
Dari Endang Witarsa lah, Gusnul banyak belajar dan mendapat ilmu serta pengalaman kepelatihan. Meski dia tercatat sebagai pelatih yang paling sering keluar masuk Arema. Yakni lima kali.
Tapi Gusnul akui, dirinya tak pernah bisa melupakan saat bersama Persibo Bojonegoro, tampil pada AFC Cup 2013 Grup F lawan Sun Hey SV. Tanggal 9 April 2013 di Stadiun Mongkok, Hongkong.
Persibo hanya mempunyai enam pemain tersisa, yang masih fresh di lapangan. Lantaran enam pemain yang dibawa dalam kondisi cedera. Sisanya ada enam pemain, karena alasan yang tidak diketahui, tidak mau ikut ke Hong Kong.
‘’Kita kalah 0-8. Lha kok malah saya yang kena sanksi seumur hidup dari Ketua Komdis PSSI. Waktu itu Ketuanya Hinca Pandjaitan. Padahal saya dan 12 pemain belum digaji. Tapi tetap mau berangkat ke Hong Kong dengan kondisi tim serba minim.’’
‘’Sebagian besar pemain lainnya, ada enam nggak mau berangkat. Saya dengar karena alasan tidak ada gaji. Kami berangkat juga demi menjaga nama bangsa di ajang internasional. Kenapa masih juga disalahkan? Kalau pun ada pihak yang paling bertanggung jawab, ya manajeman. Demi Allah saya tidak pernah menyuruh pemain untuk pura-pura cedera pada pertandingan itu. Saya hanya dijadikan tumbal dan korban saja dari manajemen tim Persibo dan PSSI,’’ ungkap Gusnul Yakin.
Tidak hanya Gusnul, Persibo juga dihukum Komdis PSSI, pada 12 Juni 2013 lalu. Dalilnya karena dianggap mengatur hasil pertandingan. Dengan cara berpura-pura cedera saat tampil melawan Sun Hei FC (Hong Kong) di Piala AFC. Apalagi pertandingan berakhir dengan kekalahan 0-8.
Sejumlah pengurus klub itu dihukum seumur hidup. Termasuk Gusnul Yakin. Sedangkan beberapa pemain, mendapat hukuman bervariasi. Antara percobaan hingga dua tahun larangan bermain di sepak bola Indonesia. Namun saksi itu kemudian diputihkan dalam awal tahun 2014. (act/rdt)