Malang – Pandemi covid-19 belum reda. Namun, bukan berarti edukasi tentang HIV/AIDS berhenti. Inovasi dicari. Komunitas Warga Peduli AIDS (WPA) Turen, menempuh cara menarik. Melalui seni ludruk virtual. Sekaligus menghidupkan seni budaya nenek moyang.
“Dalam rangka peringatan Hari AIDS sedunia 2020. Saya berharap kegiatan ini jadi sarana pemberdayaan ODHA bersama para kader, seniman dan seluruh elemen,” tandas Ketua WPA Turen, Tri Nurhudi Sasono, Senin (28/12).
Seperti diketahui, spirit saling menguatkan dan memotivasi terus tumbuh saat pandemi. Hal ini juga nampak dalam komunitas WPA. Hingga digelar pentas ludruk virtual dalam rangkaian peringatan Hari AIDS sedunia.
Cak Tri sapaan akrabnya, menambahkan. Seluruh elemen yang terlibat di ludruk ini, akan terus berkarya. Berinovasi, dalam rangka meningkatkan kualitas hidup. Demi keberlangsungan kesejahteraan dari masing-masing anggota.
Pandemi memang berdampak bagi seluruh tatanan kehidupan manusia. Tidak terkecuali para pelaku seni maupun ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS). Ia beserta seluruh anggotanya tidak berhenti mendorong, berkreasi dan berinovasi. Tentunya dengan menerapkan protokol kesehatan.
“Jangan kehilangan momentum. Bagaimana pun seni budaya ludruk ini, harus bangkit dan harus eksis. Agar para pelaku seni tetap hidup bersemangat dan menjadi daya tarik tersendiri di Jawa Timur dan di Malang Raya khususnya,” tukas Dosen STIKes Kepanjen ini.
Pentas ludruk ini, mengambil judul, Prahara Kehidupan dan Dukun Calak. Berlangsung seru dan menarik. Informasinya, sembilan bulan lebih seniman ludruk khas Jawa Timur ini, tidak pentas. Banyak jadwal pentas dibatalkan karena pandemi. Padahal seluruh pelaku seni ludruk, memiliki tanggung jawab terhadap crew pendukung. Juga keluarganya. Agar bisa mencukupi kebutuhan sehari-harinya.
Maka, WPA Turen, seniman ludruk Jawa Timur, Turen Bersatu dan Pusdiva STIKes Kepanjen berkolaborasi. Dalam rangka peringatan Hari AIDS sedunia menggelar pementasan ludruk virtual. Disiarkan live streaming Youtube resmi akun WPA Turen.
Meskipun terbatas, para seniman ludruk Turen ini, tampil maksimal. Memukau pemirsa yang menyaksikan secara virtual. Rangkaian pentas ludruk ini, dibuka dengan parade koor menyanyikan lagu Paguyuban Seni Cahya Wijaya karya M Sholeh dari WPA Turen.
Tim koor gabungan adalah: Kader WPA, KDS ODHA dan transgender waria. Mereka tergabung di Yayasan Cakap WPA Turen. Cukup antusias dan lantang mengumandangkan lagu tersebut.
Dilanjutkan parade kampanye HIV-AIDS dan Deklarasi Bersama dari Tim Pusdiva STIKes Kepanjen. Berkomitmen penuh dalam mendukung upaya penanggulangan HIV-AIDS dan melestarikan budaya kearifan lokal ludruk khas Jawa Timur ini.
Dilanjutkan penampilan Tari Remo. Dibawakan oleh Bedayan Ludruk Cahya Wijaya WPA Turen. Acara inti ludruk ini, diperankan seniman senior ludruk dan dagelan. Aktor ludruk senior, Isbandi sekaligus koordinator menyampaikan: Event ini memfasilitasi para pelaku seni. Agar tetap bisa unjuk kreasi dan berkreativitas meskipun di tengah pandemi covid-19.
Benoe, dagelan kawakan ludruk Jawa Timur ini, mendukung penuh keberadaan Ludruk Cahya Wijaya WPA Turen. “Saya berharap kolaborasi ini bisa menambah eksistensi ludruk khas Jawa Timur khususnya sasaran generasi muda,” ujarnya.
Suroso, seniman Pakisaji ikut berperan. Ia juga menyampaikan, ludruk WPA Turen ini memiliki keunikan. Karena lakon ceritanya mengangkat tema kesehatan. Harapannya melalui pementasan seni ludruk ini, bisa mengedukasi para masyarakat khususnya tentang penyakit HIV-AIDS ini. (jan)