Malang – Hotel pun terimbas kebijakan rapid test antigen bagi wisatawan yang menginap di Kota Malang. Pembatalan pesan kamar pun mulai terjadi. Jumlahnya tidak hanya satu atau dua orang yang membatalkan. Namun, mencapai puluhan orang.
Seperti diberitakan sebelumnya, Walikota Malang, Sutiaji, mengeluarkan kebijakan bahwa wisatawan yang menginap di hotel saat libur Natal dan Tahun Batu (Nataru) harus bawa surat rapid test antigen dengan hasil negatif. Alasannya, saat ini Covid-19 di Kota Malang melonjak tajam. Statusnya zona merah.
Mengapa antigen, bukan rapid biasa? Karena tingkat kevalidan antigen mendeteksi Covid-19 mencapai 80 persen, sehingga menyerupai uji swab. “Di hotel nanti akan ada surat edaran tentang ini. Yaitu, persyaratan harus rapid test antigen,” kata Sutiaji.
Kebijakan ini berimbas ke hotel. Salah satunya Whiz Prime Hotel Malang. General Manager Whiz Hotel Malang, Azis Sismono, menyayangkan kebijakan itu. Sejak beredar kabar wisatawan wajib rapid test antigen saat menginap di hotel, sekitar 50 tamu hotel ramai-ramai membatalkan pemesanan untuk periode Desember hingga akhir tahun. Rata-rata tamu hotel keberatan dengan kewajiban rapid test antigen.
“Sebenarnya sangat disayangkan. Kalau di sisi pengusaha, pasti merugikan. Karena wisatawan akhirnya membatalkan karena ada syarat begitu. Mereka memutuskan nggak usah bepergian. Ini pun sudah ada pembatalan. Yang tadinya sudah pesan, terus ada edaran seperti itu, akhirnya batal nggak jadi datang. Memberatkan buat usaha hotel. Sejauh ini di kisaran 50 orang yang membatalkan,” papar Azis Sismono.
Selain itu, ia mengungkapkan, hampir setiap hari ada tamu hotel yang membatalkan pemesanan. Terlebih sejak pandemi Covid-19 terjadi pergeseran tren pemesanan kamar. Jika sebelum pandemi pemesanan dilakukan jauh hari hingga H-7, saat ini pemesanan kamar dilakukan H-1. Bahkan, hingga mendekati H-1 tidak ada yang pesan.
Menurutnya, keputusan Pemkot Malang hanya melihat sisi kesehatan, tanpa mempertimbangkan sektor ekonomi. Padahal, pelaku usaha perhotelan telah menjamin tempat mereka menerapkan protokol kesehatan (prokes) pencegahan Covid-19 dengan baik. Salah satunya dengan mengajukan sertifikasi ke Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparkraf) dalam program Panduan Cleanliness, Healthy, Safety and Environment (CHSE).
Di Malang sebagian besar hotel telah mengantongi sertifikasi ini. Selain itu pihaknya juga mempertanyakan tumpang tindih kebijakan dalam penanganan Covid-19 ini. “Kan kita juga sudah disertifikasi CHSE, sudah ada verifikasi dari protokol kesehatan, sudah disertifikat. Nah, itu apa gunanya. Saya kira itu kalau harus dimaksimalkan, ya silakan itu yang dikontrol. Benar nggak ini dijalankan CHSE-nya. Benar nggak ini prokesnya dijalankan. Sudah ada senjata tetapi nggak dipakai,” tuturnya
Selain itu, dia mengkritisi surat edaran yang melarang perayaan tahun baru di hotel, restauran, kafe atau tempat serupa yang mengundang massa. Kalau sampai melanggar, pengelola hotel akan mendapat sanksi dari pemkot.
“Imbauan seperti dilarang mengadakan acara, kayak makan malam, acara tutup tahun, itu kan akhirnya mengapa juga orang menginap di hotel tetapi nggak ada aktivitas. Akhirnya ya tidak jadi pesan kamar. Harusnya bagaimana caranya biar tetap jalan kan pihak pengusaha pasti sudah tahu, kapasitas saya sekian, jadi saya bisa membatasi pengunjung. Jadi nggak benar-benar mati, tetap bisa jalan ekonomi,” kata Azis Sismono.(jof/ekn)