Tidak pernah terbayangkan oleh Temu Mariyem (28) warga Gunung Pandak RT 30 RW 04 Pagelaran Kabupaten Malang. Kurun waktu 8 bulan pernikahan dengan Hasim (33) warga RT 35, harus berurusan dengan hukum.
Betapa tidak. Mariyem terpaksa membawa persoalan dalam rumah tangganya ke polisi. Pasalnya, dia telah menjadi korban kekerasan suaminya sendiri.
Mariyem menceritakan jika pernikahannya tiga bulan pertama cukup harmonis. Namun menginjak bulan keempat, mulai timbul konflik. Puncaknya 10 November 2020. Sekitar pukul 18.30.
Berawal saat ia dan suaminya berada di teras rumah. Saat itu, di depan teras lewatlah Irma (29). Keponakan Hasim.
Saat itulah ada celetukan kata-kata dari Irma dan Mariyem. Hingga saling berbalas kata. Karena makin seru, suami Mariyem menarik tangannya agar masuk rumah.
“Saya didorong. Sampai jatuh ke lantai ruang tamu. Saya berdiri, dan teriak minta tolong. Nah saat itu mulut saya dibekap. Supaya tidak teriak,” ujarnya.
Saat itu Mariyem, karena jengkel, menyatakan akan pulang ke rumah orangtuanya. Ketika itu, beberapa tetangganya sudah berada di sekitar rumah. Mariyem kembali teriak minta tolong. Agar ia tidak teriak, mulutnya dicengkeram lagi. Bahkan ditonjok kena matanya.
Masih juga teriak, hingga lehernya dicekik. Mariyem pun keluar rumah. Tapi didorong lagi, jatuh ke pasir. Karena kesakitan dan ketakutan, ia lari dan sembunyi di toko tetangga. Hingga ia diantar guru ngajinya pulang.
“Malamnya saya lapor ke Polsek Pagelaran. Saya sudah divisum. Sekarang ditangani Polres Malang. Pak polisinya bilang, akan dilakukan reka kejadian. Suami saya sudah dipanggil Polres Malang sekali. Tanggal 26 November,” pungkas Mariyem.
Sementara itu, Jhoni Hadi Saputra SIKom SH, penasehat hukum korban, menyatakan: Pihaknya tidak akan menerima upaya perdamaian dengan cara apapun. Karena menurut korban, ini bukan yang pertama kali dia diperlakukan seperti itu. Ini nanti biar menjadi pembelajaran bagi suami-suami yang lain dalam memperlakukan keluarganya. Bukan karena istri sebagai wanita yang lemah lantas boleh diperlakukan seenaknya.
“Apa yang dilakukan suami korban dapat saya anggap sebagai upaya pembunuhan. Karena dengan mencekik dan membungkam mulut korban dapat menyebabkan kehilangan nyawanya. Sedang menurut korban bahwa ayah pelaku hanya diam menyaksikan. Bahkan menantang agar melaporkan ke polisi. Kami anggap telah turut serta dalam percobaan pembunuhan tersebut. Menurut saya ini bukan semata-mata perkara KDRT biasa. Kita lihat saja proses hukumnya seperti apa,” kata Jhoni. (yan)