Melihat dan melahirkan senyuman bahagia. Itulah sisi kecil yang diupayakan komunitas motor tua ini. Komunitas mayoritas pengusaha konter Kota Malang yang tidak sekedar mengisi weekend sekedar trip jauh tapi mencari senyuman.
Namanya komunitas Kami- Toea. Baru berdiri sejak pandemi beberapa saat lalu. Awalnya hanya sekumpulan anak muda hobi rekreasi bersama menuju obyek wisata. Dari sekedar ngluyur, perlahan, misi komunitas ini lebih positif.
Kendaraan anggota komunitas ini kebanyakan motor tua. Mayoritas mengandung kenangan dan sarat kisah kehidupan. Catat. Kendaraan bersejarah bagi kehidupan sang pemilik. So, motor anggota pun beragam.
Ada yang naik vespa. Penunggang motor Honda Prima tua. Adapula menjoki Honda 70. Anggota aktif komunitas ini mungkin tidak sebesar komunitas lain. Sekitar 40-an. Tapi telah membuktikan kebermanfaatan bagi lingkungan dan kemanusiaan.
Melahirkan senyuman. Ya, tiap komunitas ini singgah di warung kecil, penjualnya dimungkinkan tersenyum bahagia. Dagangan laris manis. Bak diborong komunitas unik ini. Sang penjual ketiban rejeki nomplok.
Siapa sangka. Pemilik dan pengendara motor buntut itu adalah eksekutif muda, pengelola usaha konter pulsa dan jual beli ponsel di Malang Raya. “Kapan lalu, diejek Mas. Kok motore elek-elek, malah sering,” ungkap seorang anggota, Agus sembari tertawa.
Usai diejek, barulah ketahuan siapa siempunya. “Rekan-rekan tidak sembarangan nge-trip. Biasanya cari warung kecil sepi dekat obyek wisata. Trus mborong, ya boleh disebut baksos. Seneng rasane ndelok wong mesem,” sebut Aho sapaan akrab Agus.
Tidak sembarangan memilih warung. Ya, kadang dekat obyek wisata, ada saja warung kecil sederhana terlihat sepi. Sementara warung lainnya sangatlah ramai pengunjung. Hal inilah yang membuat komunitas tergerak simpatinya.
Komunitas ini berkehendak lain. Mereka justru keluar dari mainstream kebanyakan komunitas. Memilih warung kecil sepi. Meski menu makanannya mungkin tidak seenak warung lain. Tapi setelah melihat senyuman bahagia sang penjual, makanan pun terasa wenak.
Joko Prasanjaya, yang didapuk koordinator komunitas menyebut telah menjangkau sejumlah obyek wisata. Diantaranya, Taji Jabung, Lembah Indah Gunung Kawi, Bedengan, Jalinbar Panderman dan kafe sawah Pujon Kidul.
“Dulu di Jalinbar, kami pernah layangan. Visi misi kami happy fun. Pelan-pelan ide berkembang, urunan untuk bagi-bagi rejeki. Memilih warung sederhana, yang sepi, ” sebut Joko kepada DI’sWay Malang Post.
Nah soal motor, tidak semua anggota naik sepeda motor mewah nan mahal. Nilainya justru berharganya sejarah atau kenangan motor si pemilik. Kebanyakan motor butut jaman semasa sekolah atau masa berpacaran atau masa jaman perjuangan.
Di tiap motor memiliki kenangan berharga. Itulah ciri khas komunitas ini. Bukan soal motor kuno yang dibeli mahal karena langka atau produksi terbatas. Minimal mengandung kenangan Istimewa bagi pemiliknya.
“Saya naik Honda Grand 96. Dulu idenya awal rame-rame. Termasuk Bayu, Dian Abadi yang punya Honda Grand 95. Dulu motor pemberian bapak. Saya pakai jaman kuliah,” cerita Joko Prasanjaya kepada DI’sWay Malang Post. (Santoso FN)