Miris. Satu kata yang cukup untuk menggambarkan kondisi TNI saat ini.
Betapa tidak. Terdapat petugas berpakaian dinas lengkap dengan cekatan melakukan pencopotan baliho-baliho FPI dan HRS. Uniknya petugas tersebut adalah TNI, bukan Satpol PP. Atas instruksi Pangdam Jaya tugas pencopotan baliho tersebut dilakukan oleh TNI.
TNI-ku kemana dulu kalian yang dengan gagahnya menjadi duta misi perdamaian dunia di negara lain di tahun 1957? Dengan menamakan diri dalam KONGA (Kontingen Garuda) I hingga XXIII, TNI ikut aktif dalam penciptaan perdamaian dunia. Sebagai bangsa, tentu hal demikian adalah kebanggaan tentara kami yang bisa bereputasi internasional.
Dalam perang mempertahankan kemerdekaan, TKR (Tentara Keamanan Rakyat) yang menjadi cikal bakal TNI, berjibaku melawan agresi militer Belanda. Tentunya ini sesuai dengan postur TNI.
Dalam UU No 34 Tahun 2004, menjelaskan postur TNI dalam pasal 11 sebagai berikut:
(1) Postur TNI dibangun dan dipersiapkan sebagai bagian dari postur pertahanan negara untuk mengatasi setiap ancaman militer dan ancaman bersenjata.
(2) Postur TNI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibangun dan dipersiapkan sesuai dengan kebijakan pertahanan negara.
Jadi menilik postur TNI menurut UU tersebut, artinya TNI itu lahan garapannya adalah
mempertahankan kedaulatan negara dari serangan militer negara lain dan aksi separatis. Anggaran alutsista yang besar dalam rangka menunjang postur TNI sedemikian.
TNI-ku, kembalilah ke posturmu yang sebenarnya. Biarlah urusan baliho menjadi lahan pekerjaan Satpol PP. Satpol PP itu digaji dengan uang negara. Kerjaan Satpol PP ya di bagian ketertiban aktifitas warga yang menggunakan fasum. Terkesan merendahkan diri bila tentara mengurusi baliho.
Beda lagi kalau baliho dari gerakan separatis dan atau baliho dari negara imperialis. Tentu saja itu cor- kompetensinya TNI.
Begitu pula, segala alutsista perang yang dimiliki TNI bukan untuk menakut-nakuti warga.
Disayangkan sekali aksi unjuk kekuatan TNI dilakukan di depan kantor FPI di Petamburan. Bukankah hal tersebut hanya menciptakan teror bagi warganya?
FPI itu bagian dari warga negeri ini. FPI hanyalah ormas yang ingin melakukan aktifitas memberantas segala kejahatan dan kemaksiatan. Artinya, mestinya FPI diposisikan sebagai mitra bagi kepolisian di dalam menciptakan kedamaian dan ketertiban masyarakat.
Adalah Al-Abbas bin Abdul Muthalib ra pernah menunjukkan kepada Abu Sufyan akan kebesaran dan ketangguhan pasukan Islam. Di balik bukit mekah, Abu Sufyan dengan ditemani Abbas, menyaksikan pawai pasukan Islam yang dipimpin langsung oleh Rasul Saw. Setelah melihat pawai pasukan Islam, Abu Sufyan pun berpikir bahwa tidak ada untungnya bangsa Quraisy melawan pasukan Islam. Yang ada justru hancur. Hasilnya, bangsa Quraisy pun takluk kepada keagungan kekuasaan Islam di Madinah. Demikianlah, bangsa Quraisy yang merupakan musuh bebuyutan Madinah akhirnya menjadi wilayah kekuasaan Islam. Peristiwa ini tentu saja tidak bisa dilepaskan dari peran serta kekuatan militer kekuasaan Islam di Madinah.
Adapun mengenai urusan keamanan dan ketertiban di dalam negeri, Islam telah memberikan
kewenangan kepada polisi untuk mengurusinya. Di dalam kitab Ajhizah Daulah al-Khilafah dijelaskan bahwa Departemen Keamanan Dalam Negeri membawahi satuan kepolisian. Sedangkan kejahatan yang menjadi tugasnya adalah kejahatan murtad, pembunuhan, perampokan, penganiayaan dan lainnya. Jika di dalam pelaksanaan tugasnya tersebut, polisi belum mampu menangani, dibolehkan tentara untuk membantunya. Jadi dalam perkara menurunkan baliho yang dianggap mengganggu ketertiban, tentu saja Satpol PP sangat mampu sekali melakukannya.
TNIku sayang, tentunya ilmu tempur yang sudah kalian pelajari harus didedikasikan untuk keutuhan dan kedaulatan negeri. Islam yang akan menempatkan postur tentara sebagaimana mestinya dalam rangka menjaga kedaulatan negara dan menyebarkan rahmat ke seluruh penjuru dunia.
Penulis : Ainul Mizan (Peneliti LANSKAP)