Jakarta – Masyarakat diharapkan tidak takut dan ragu, ketika vaksin Covid-19 sudah siap untuk diberikan. Pemerintah tengah memastikan, vaksin yang akan digunakan aman, memiliki efektivitas dan halal. Pemerintah juga menggandeng Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk memastikan vaksin yang digunakan halal.
Vaksin yang digunakan nanti, sudah lulus uji klinis tahap 3 dan menerima emergency use of authorization (EUA) dari Badan Pemeriksa Obat dan Makanan (POM) serta terdaftar di World Health Organization (WHO).
‘’Uji klinis merupakan tahap yang harus dilalui setiap vaksin, untuk memastikan aman digunakan manusia dan memiliki efektivitas menghasilkan imunitas tubuh terhadap Covid-19,’’ ungkap Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Prof Wiku Adisasmito, di Kantor Presiden.
Dalam pengembangan vaksin Covid-19, melibatkan para pakar bidang kesehatan dan WHO. Hal ini bertujuan untuk memonitor dan memastikan bahwa vaksin ini aman digunakan. Selain itu, kerjasama yang erat dijalin untuk menginvestigasi dan mengkomunikasikan isu-isu yang muncul dalam pengembangan vaksin. Jika ditemukan isu-isu yang perlu ditindaklanjuti, pemerintah akan melaporkan ke WHO dan akan dievaluasi oleh Global Advisory Comitte on Vaccine Safety .
Bahkan untuk memastikan kesiapan program vaksinasi Covid-19, pada Rabu lalu (18/11), Presiden Joko Widodo sudah melakukan peninjauan simulasi vaksinasi Covid-19 yang dilakukan Puskesmas Tanah Sereal, Kota Bogor, Jawa Barat.Dari simulasi itu, masyarakat mengikuti seluruh tahapan vaksinasi. Dari mulai pendaftaran, memperoleh vaksinasi dan menunggu selama 30 menit paska vaksinasi, untuk melihat reaksi penyuntikan vaksin, sebelum diperbolehkan pulang.
Selain itu penetapan regulasi pengadaan vaksin yang dilakukan pemerintah sudah mengikuti standar internasional yang berlaku. Alur perizinan produksi, maupun izin edar juga dilakukan secara ketat untuk memastikan keamanan dan kesesuaian vaksin dengan standar yang berlaku.
‘’Sekali lagi saya tekankan, vaksin yang akan digunakan nanti aman. Efek samping yang terjadi, hanya bersifat minor dan sementara. Efek samping yang sangat besar sangat jarang ditemui. Kita selalu memonitor dan mengantisipasi semua keadaan ini. Vaksin juga dapat melindungi diri kita dan orang lain yang tidak dapat divaksin karena alasan kesehatan tertentu,’’ tegas Wiku.
Sementara itu, terkait libur panjang yang ditengarai menjadi penyebab meningkatnya penularan Covid-19 di tengah-tengah masyarakat, hingga sejumlah pihak -termasuk Ikatan Dokter Indonesia (IDI)- dan sejumlah pakar kesehatan, meminta pemerintah meniadakan libur panjang akhir tahun 2020.
Prof Wiku menyatakan, keputusan libur panjang akhir tahun, memang ditentukan pemerintah. Namun terkait keputusan itu, bergantung kedisiplinan masyarakat dalam mematuhi protokol kesehatan dalam menerapkan 3M. Yaitu memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan.
‘’Keputusan libur panjang, walaupun ditentukan pemerintah, namun prinsipnya sangat bergantung pada kedisiplinan masyarakat, dalam mematuhi protokol kesehatan 3M. Terutama pada masa-masa liburan,’’ tegasnya.
Apabila masyarakat tidak mematuhi protokol kesehatan, sehingga membuat kasus Covid-19 meningkat, akan ada konsekuensi terhadap keputusan yang diambil pemerintah, terkait masa libur akhir tahun. Pihaknya mengaku belajar dari pengalaman libur panjang selama masa pandemi Covid-19.
“Terlepas diberlakukannya, disingkatnya, atau ditiadakannya libur akhir tahun ini, keputusan yang diambil pemerintah dalam upaya untuk melindungi masyarakat dari potensi penularan Covid-19. Ingat, keselamatan masyarakat adalah hukum tertinggi,” tegas Wiku.
Satgas Penanganan Covid-19 berharap, pengalaman itu menjadi pembelajaran bersama menghadapi untuk menghadapi aktivitas liburan di masa yang akan datang. Pemerintah pun telah melakukan evaluasi terhadap masa libur panjang selama tahun 2020 dalam masa pandemi Covid-19. (STPC19/rdt)