Malang – Vaksin menjadi alat paling efektif, untuk menghadapi penyakit infeksi. Mencegah terjadinya epidemi, maupun pandemi penyakit dan mengeradikasi penyakit menular. Melalui program Imunisasi masal, vaksin terbukti menekan penularan virus campak (measles) dan rubella (campak Jerman), menggunakan vaksin MR.
Faktor edukasi yang berkesinambungan dan konsisten, juga harus dilakukan, untuk menyadarkan masyarakat, akan pentingnya imunisasi. Tidak semua kalangan masyarakat mampu menerima vaksin dengan suka rela, sebagai hal yang positif dan melindungi.
Dr. dr. Kohar Hari Santoso, Direktur RSUD Saiful Anwar Malang dan Ketua Tim Tracing Gugus Tugas Covid-19 Jawa Timur mengakui, tidak semua orang mau anaknya diimunisasi.
‘’K arena adanya ketidaktahuan soal Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI). Peran media untuk mengedukasi masyarakat sangat kuat,’’ katanya dalam acara Dialog Produktif bertema Belajar dari Sukses Vaksin MR di Jawa Timur dan Peran Media dalam Vaksinasi yang diselenggarakan Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN).
‘’Di Jawa Timur, ada tiga kelompok besar masyarakat. Di barat disebut Mataraman. Panutannya seperti lurah. Lalu ada kultur budaya arek di sekitar Surabaya, biasanya mendengarkan pakar dan para ahli. Di tapal kuda yang dominan berbudaya Madura, biasanya mendengarkan tokoh-tokoh agama. Pendekatan kultural ini yang nantinya bakal didukung oleh media,’’ tambah Dr. Kohar
Wahyoe Boediwardhana, Jurnalis yang terlibat dalam Imunisasi MR di Jawa Timur tahun 2017 dan saat ini bekerja sebagai wartawan harian nasional, dalam acara yang sama juga mengakui, mengenalkan masyarakat terkait imunisasi, tidak bisa dilakukan oleh satu atau dua media. Tapi harus kolaborasi.
‘’Dari situ kita kemudian bisa menyampaikan, pentingnya imunisasi dan vaksin bagi anak-anak. Lalu bisa muncul pikiran bahwa ini merupakan hal yang penting dan wajib kita sampaikan kepada masyarakat,’’ katanya.
Atas dasar niat baik tersebut, Wahyoe pun membentuk komunitas Jurnalis Sahabat Anak. Perkumpulan ini memiliki tujuan dan keinginan, membantu mengedukasi masyarakat, menyampaikan informasi positif terkait kesehatan anak.
‘’Ini yang kami lakukan. Agar kita tahu siapa yang dihadapi, karakternya bagaimana, apa yang harus disampaikan, cara dan kapan waktu yang tepat untuk menyampaikan pesannya. Itu yang kami terapkan di masyarakat,’’ imbuhnya.
Karakter masyarakat Jawa Timur yang beragam, katanya, jadi tantangan tersendiri dalam mengedukasi masyarakat. Terutama mengikis informasi hoax seputar vaksin MR saat itu. Demografi masyarakat pesantren, perkotaan, masyarakat komunal, hingga daerah terpencil yang jauh dari jangkauan dukungan komunikasi, menjadi ragam tantangannya.
‘’Yang terpapar hoax tentang vaksin ini, tidak hanya yang kurang edukasinya, tapi juga masyarakat yang teredukasi dengan baik. Ini yang membutuhkan strategi tersendiri. Untuk mengikis hal itu, kami memilih untuk membanjiri masyarakat dengan informasi positif,’’ terang Wahyoe.
Vaksin MR sendiri merupakan vaksin untuk infeksi virus Campak (Meases) dan Campak Jerman (Rubella). Campak tersebut bisa mengakibatkan meningitis dan fatal kepada anak-anak. Sedangkan Rubella mampu mengakibatkan kelainan bawaan terhadap bayi.
Apabila Rubella menginfeksi ibu hamil, anak yang lahir bisa terkena cacat. Masyarakat harus diberi tahu pentingnya imunisasi untuk mencegah semua dampak buruk ini. Memberikan pengertian inilah yang tidak sederhana. Seringkali corongnya harus melawati tokoh-tokoh yang berpengaruh di kalangan masyarakat.Tak hanya berhenti pada edukasi vaksin, namun masyarakat juga harus mendapatkan penjelasan yang cukup mengenai KIPI yang bisa terjadi dan diatasi dengan mudah.
‘’Kita sudah siapkan tim, ahli-ahlinya, para dokter untuk antisipasi kalau ada KIPI. Itu kita sudah siapkan. KIPI sendiri bukanlah hal yang menakutkan, karena biasanya bersifat ringan. Namun, pencegahan untuk mengurangi risiko kejadian ikutan ini tetap harus dilakukan,’’ ujar Dr. Kohar. (STPC19/rdt)