Kenya – Tujuan Hakam Holy Jurney keliling Afrika sangat mulia. Tidak terkait politik. Namun misinya bersepeda sembari berketuhanan dan berkemanusiaan. Dia berpetualangan sambil mencari donatur untuk pembelian inkubator yang akan disumbangkan kepada para bayi yang lahir prematur.
Visi dan misi betul-betul mulia dan luhur. Membeli inkubator untuk para bayi lahir prematur yang membutuhkan. Sebanyak-banyaknya inkubator. Dari support materi yang diberikan para dermawan dalam perjalanan, termasuk pembelian kaos merchandise Holy Journey.
Rencananya, pria asal Desa Gading, Kecamatan Bululawang, Kabupaten Malang ini, berpetualang di 14 negara Afrika. Ia kongkret mengenalkan kedamaian dan keramahan orang Indonesia di Mesir, Sudan dan kini di Kenya. Sahabat baru dari berbagai negara pun didapatnya di perjalanannya.
Suka duka perjalanan Hakam Mabruri di Afrika telah dirasakan DI’s Way Malang Post. Ia kongkret mengenalkan kedamaian dan keramahan orang Indonesia di negera-negara yang telah disinggahinya antara lain Mesir, Sudan dan kini Kenya. Sahabat baru dari berbagai negara pun didapatnya di perjalanan ini.
Perjalanannya saat gowes di Afrika tidak semudah dibayangkan orang. Kondisi alam berupa gurun, sungai Nil, hingga tanjakan ekstrem yang mebuatnya kelelahan pernah dia rasakan. Tidur di tanah hanya beralas tikar juga pernah dirasakan. Semuanya Hakuna Matata, No problem, tidak masalah.
Menurut Hakam, semua itu tidaklah masalah. Selalu bersyukur. Setiap apa yang manusia hadapi, tentu karena campur tangan Tuhan YME. Berangkat dari Tuhan dalam perjalanan bersama Tuhan dan mau kemana musti kepada-Nya.
Orang yang mengenal Hakam jelas tidak menyebutnya eksentrik. Tetapi penuh inspirasi. Tidak sekedar capaian jauhnya perjalanan berkilo-kilometer di luar negeri, melainkan sebisa mungkin bermanfaat untuk lingkungan sekitar ia bersepeda.
Stuck di Sudan selama 7 bulan lebih, Hakam menunjukkan ketabahannya untuk bertahan. Batal masuk Ethiopia, Hakam tetap pantang menyerah. Sifat perilaku dan gaya bahasa Hakam yang polos itu jelas memupuk semangat moril para mahasiswa PCINU di Sudan.
Kegigihannya di Afrika masa pandemi, bagi pesepeda luar negeri adalah luar biasa. Tidak satu dua orang yang menyebutnya The Last Standing Man. Sosok Hakam memperkenalkan kegigihan kekuatan kehebatan orang Indonesia mempertahankan jiwa petualangannya.
Ia menepis pandangan meski sedikit, bahwa seorang muslim adalah penyuka kekerasan dan intoleransi. Sebaliknya, Hakam semakin banyak sahabat dan kenalan baru di Afrika. Sebagai seorang peternak kambing, petani biasa, ia sering membuat warga Afrika tersenyum dan tertawa mendengar cerita tentang Indonesia.
Apa semuanya tentang perjalanan bersepeda? Tidak. Tiap DI’s Way Malang Post menghubungi Hakam, ia berkisah pula tentang kebaikan, keramahan, para sahabatnya. Ia juga ceritakan, sebagai seorang suami pun, ia wajib mengirim uang ke sang istri. Bersepeda seolah jadi pekerjaan, bukan?
“Apapun pekerjaan, musti totalitas Mas. Kerja keras. Suatu saat nanti akan memanennya. Hakuna Matata, artinya No Problem. Bahasa Swahili yang terkenal di dunia berkat film Lion King,” ungkap ramah Hakam. Terus berjuang sam, semoga tercapai semua asa dan cita-citanya.(san/ekn)