Malang – Solidaritas Jurnalis Malang Raya Anti Kekerasan mencatat belasan jurnalis menjadi korban oknum Polri. Saat mereka meliput unjuk rasa tolak UU Ciptakerja Kamis 8 Oktober 2020 di kawasan Jl Tugu Kota Malang. Padahal jurnalis media cetak, elektronik dan siber ini, sedang melakukan kerja jurnalistik.
Oknum Polri yang mengabaikan peran jurnalis ini, melanggar UU 40/1999 tentang Pers. Pasal 4 menegaskan, terhadap pers nasional tidak diperkenankan penyensoran, pembredelan dan pelarangan penyiaran. Kemerdekaan pers dijamin dan pers berhak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi. Pasal 8 menegaskan, dalam melaksanakan profesinya, wartawan mendapat perlindungan hukum.
Siapapun yang melawan hukum karena sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan profesi pers, bisa dipidana penjara paling lama 2 tahun atau denda maksimal Rp 500 juta (Pasal 18 ayat 1).
“Solidaritas Jurnalis Malang Raya Anti Kekerasan gabungan dari Pewarta Foto Indonesia (PFI) Malang, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Malang, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Malang Raya dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Korda Malang Raya,” ujar Zainul Arifin, juru bicara aksi solidaritas ini.
Aksi ini dihadiri sejumlah insan pers dan ketua asosiasi: Darmono Ketua PFI Malang, M Zainuddin Ketua AJI Malang, Ariful Huda Ketua PWI Malang Raya dan Edy Cahyono Ketua IJTI Korda Malang Raya. Senin 19 Oktober 2020 menyerukan: 1, Polresta Malang Kota wajib mengusut kasus kekerasan terhadap jurnalis saat peliputan unjuk rasa tolak UU Cipta Kerja. Memberi pemahaman kepada personel agar peristiwa serupa tak terulang. 2, Mengimbau perusahahan media bertanggungjawab penuh terhadap jurnalisnya. 3, Mengimbau pada para jurnalis yang mengalami kekerasan verbal dan non verbal berani melaporkan kasusnya. 4, Mengingatkan jurnalis untuk mematuhi kode etik dan UU Pers dalam menjalankan kerja jurnalistik. (jan)