Malang – ARKEOLOG Rakai Hino Galeswangi, berbinar. Batu bata yang dikulik tak jauh –sekitar 100 meter—dari mata air Umbulan, Ngenep, Karangploso, Kab Malang, jumat (2/10) kemarin, positif struktur bangunan klasik hindu budha antara abad 4 sampai 15, era Kutai Kertanegara sampai Majapahit. Struktur itu terlihat pada gerusan tanah alat berat beck hoe, yang bekerja untuk proyek perumahan Taman Tirta.
Proyek itu bekerja meratakan tanah. Bergerak mengiris bukit sepanjang 50 meter, setinggi lebih dua meter. Pemandangan sembulan bata itu muncul. Berjajar. Berserak. Bisa saja terkait dengan patirtan, sebuah temuan langka. Dari observasi awal, itu merupakan struktur. Ada lima kategori; benda, bangunan, struktur, situs, dan kawasan. “Ini tampaknya struktur,” kata Rakai kepada DI’s Way Malang Post di lokasi.
Back hoe berhenti. Oleh dua sebab; warga protes, konflik cukup alot, karena Permen PUPR RI No 28/PRT/M/2015 mengharuskan proyek dimulai dari jarak 200 meter dari mata air. Bukan 100 meter. IMB juga belum bisa ditunjukkan. Tapi di sana, ada rumah, sudah berdiri pada jarak hanya 30 meteran.
Kata Rakai, ini sudah perlu police line, banner, dan sebagainya. Sebagai petunjuk bahwa di area itu ada penemuan cagar budaya. Bukan saja untuk pariwisata, lebih dari itu, peninggalan adalah petunjuk peradaban dan keluhuran sebuah bangsa. (ekn)
>>>>>>>>.Ulasan Selengkapanya di Harian DIs Way Malang Post Edisi Sabtu(03/10)