Surabaya – Ratusan orang yang mengatasnamakan dirinya Surabaya Adalah Kita, memblokade Gedung Juang 45, Surabaya, Senin (28/9). Massa KAMI yang hendak menggelar acara di gedung tersebut tak bisa masuk. Koordinator aksi, Chakti menegaskan bahwa pihaknya menolak keras keberadaan KAMI yang dianggap pemecah belah bangsa. Ia bahkan menilai, KAMI bukan gerakan moral, melainkan kelompok yang diduga melakukan makar karena sakit hati dengan pemerintah. Kegiatan yang digelar ditengah pandemi juga menjadi alas an penolakanya.
Terkait penolakan tersebut, mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo yang juga salah satu deklarator Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) menyebut kelompok demonstran yang kontra dengan gerakannya di Surabaya adalah massa bayaran.
“Karena yang demo di sana, karena kehadiran KAMI akhirnya ada demo. Demo kan dibayar. Dalam ekonomi susah seperti ini, ada rekan-rekan yang kesulitan dan ada tawaran ya diterima,” kata Gatot, di Masjid As-salam Puri Mas Surabaya, Senin (28/9).
Gatot juga mengatakan, KAMI sudah sepatutnya bersyukur karena telah membuat orang lain mendapat uang lewat demonstrasi.Penolak KAMI juga ia harap bisa pulang dengan selamat dan membawa rezeki untuk keluarga masing-masing di rumah.
“Maka, semua saya ajak berdoa agar semua yang demo di Jabalnur Jambangan dan Gedung Juang 45, kembali ke rumah masing-masing dengan selamat, dan membawa uang sekadarnya untuk keluarganya,” ujarnya.
Menanggapi tuduhan KAMI sakit hati dengan pemerintah, salah satu deklarator dan Presidium KAMI Pusat, Rochmat Wahab, menambahkan bahwa KAMI tidak pernah berniat untuk menjadi musuh pemerintah. KAMI juga tidak akan menggunakan cara-cara yang tidak beretika.
“Kita punya hak berkumpul dan berdiskusi. Saya yakin ini bukan akhir. Gerakan kita gerakan moral dan lahir dari orang-orang yang berintegritas,” kata Wahab seperti yang ditulis cnnindonesia.com.
Semenatar , Gatot Nurmantyo sendiri sempat menemui sejumlah tokoh KAMI di sebuah tempat di bilangan Jambangan, Surabaya. Namun acara itu tak berlangsung lama. (cnn/anw)