Masyarakat Malang Raya mendadak heboh!!! Gegaranya, banyak orang memposting fenomena matahari bercincin, Minggu (27/9). Beberapa orang takjub dengan
indahnya fenomena alam yang pukul 10.00. Bahkan ada yang mengaitkan, sebagai pertanda pandemi covid segera sirna. Kasi Data dan Informasi BMKG Juanda, Teguh Tri Susanto menjelaskan fenomena alam itu, disebut sebagai Halo. “Halo merupakan fenomena optis. Berupa lingkaran cahaya di sekitar matahari. Ini pembiasan sinar matahari oleh awan tinggi, atau awan cirrus,” ujarnya.
“Awan tinggi atau biasa disebut awan cirrus berada di ketinggian 6000 meter dari permukaan bumi. Memiliki partikel sangat dingin, biasanya kristal es. Kondisi super dingin inilah yang membiaskan cahaya matahari. Sehingga membentuk cincin yang melingkari matahari,” bebernya. Hanya berlangsung sebentar. Sekitar 30 menit hingga 2 jam saja. “Sinar matahari memanaskan partikel air super dingin di awan cirrus. Lama
kelamaan fenomena itu menghilang,” tambahnya. Fenomena alam itu, peristiwa biasa. Bukan sebagai pertanda bencana, seperti gempa atau lainnya. “Karena itu, masyarakat tidak perlu bingung dan panik. Jangan terpengaruh mitos atau informasi menyesatkan,” pungkasnya.
Soal kesiagaan tsunami, Kepala Stasiun Geofisika Malang, Musripan menjelaskan. Salah satunya, menerapkan 10-20-20. Apa artinya? Ini simulasi jika terjadi gempa berpotensi tsunami. Ada waktu bagi masyarakat untuk menghindar atau menyelamatkan diri. Waktunya kurang dari 1 menit. “Kami mengajarkan 10-20-20 kepada masyarakat. Jika terjadi gempa 10 detik, segera berlari. Ada waktu 20 menit untuk mencari tempat lebih tinggi. Dan, cari ketinggian minimal 20 meter dari permukaan tanah,” ujar Musripan. Sekretaris BPBD Kabupaten Malang Bagyo Setiono menyatakan, mitigasinya memang agak beda. Tapi hal itu, sebagai upaya dini. Agar masyarakat tak menjadi korban. “Memang umumnya 20-20-20. Tapi kita 10-20-20. Bagaimana upaya menyelamatkan diri dari bencana,” akunya.
Pesisir Malang selatan dilengkapi peralatan canggih deteksi dini pasca gempa bumi. Bernama warning receiver system (WRS) new generation terpasang di beberapa tempat. “Kami punya WRS new generation. Tempatnya di kantor BMKG, kantor bupati serta BPBD Kota Malang. Bisa mempercepat informasi. Apabila terjadi gempa berpotensi tsunami. Kemudian diteruskan ke wilayah pesisir yang dilengkapi sirene,” sebutnya.
Sepanjang pesisir selatan mulai Ampelgading hingga Donomulyo. Tak banyak penduduk yang menetap. Mayoritas bangunan untuk menjalankan usaha. Menetap hanya di Sendangbiru dan Lebakharjo. “Itu pun tidak banyak. Jadi di wilayah pesisir Malang selatan tidak ada hunian masyarakat secara permanen,” terangnya. “Tahun 1994, satu dusun di Tamban terimbas tsunami Pancer, Banyuwangi. Pengalaman itu, kita terus mitigasi dan sosialisasi ke masyarakat,” pungkas Bagyo. (ozzi-yan)