JAKARTA – Langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menertibkan aset negara seperti Gelora Bung Karno (GBK), Kemayoran, dan Taman Mini Indonesia Indah (TMII), agar lebih optimal bagi pemasukan negara, dinilai langkah tepat. Pasalnya, dari temuan KPK, aset negara seperti TMII, belum secara optimal menyumbang pemasukan keuangan negara.
Misal, terkait aset TMII, KPK menemukan bahwa, berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 51 Tahun 1977 tentang Taman Mini Indonesia Indah, aset tersebut dimiliki oleh negara yang dikelola oleh Yayasan Harapan Kita. Naskah penyerahan TMII dari Yayasan Harapan Kita kepada Pemerintah Pusat pun sudah ada.
Dari dokumen yang diterima KPK, pada 2017 telah dilaksanakan legal audit TMII oleh Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), dengan tiga opsi rekomendasi pengelolaan, yaitu: TMII menjadi Badan Layanan Umum (BLU), pengoperasian oleh pihak lain, atau Kerja Sama Pemanfaatan (KSP). KPK mendorong dilakukan pembahasan bersama masing-masing pengguna aset negara tersebut.
Direktur Ekskutif Indonesian Public Institute Karyono Wibowo, Rabu (16/9/2020), menyampaikan, jika aset negara tak optimal, perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Apakah terdapat salah kelola atau persoalan lain.
“Apakah ada dugaan korupsi atau ketidakmampuan manajemen. Jika ada unsur korupsi segera ditindak,” kata Karyono.
Bila TMII tidak optimal memberi manfaat bagi negara, karena ketidakmampuan pihak manajemen, maka perlu mengganti seluruh Sumber Daya Manusia (SDM). “Disitulah pentingnya KPK melakukan pendampingan,” ungkap dia.
Mengenai langkah KPK yang melakukan rapat koordinasi dengan Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) membahas terkait kerja sama penertiban dan pemulihan Barang Milik Negara (BMN) yang dikelola oleh Kemensetneg, Karyono menilai sudah sangat tepat.
“Ini merupakan langkah strategis, karena nilai aset yang dikelola Kemensetneg cukup besar yaitu tidak kurang dari Rp 571,5 triliun,” kata dia.
Oleh karenanya, Karyono menilai langkah yang ditempuh KPK dan Kemensetneg sangat tepat jika pengelolaan aset negara itu menjadi fokus KPK agar tidak terjadi kerugian negara.
“Apalagi, saat ini pengelolaan sejumlah aset negara belum optimal,” ungkap dia.
KPK, kata Karyono perlu melakukan pendampingan agar pengelolaan aset negara bisa lebih optimal. Dengan demikian, ada peningkatan pemasukan kas negara yang bisa digunakan untuk pembiayaan pembangunan. Diperlukan langkah progresif KPK, salah satunya kerjasama pendampingan dengan pelbagai institusi guna mencegah kerugian negara.
“Paradigma KPK harus mengedepankan tiga hal, yaitu pencegahan, pembinaan atau pendidikan dan penindakan,” jelas dia.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan koordinasi dengan Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) terkait kerja sama penertiban dan pemulihan Barang Milik Negara (BMN) yang dikelola oleh Kemensetneg senilai Rp571,5 Triliun. Rapat koordinasi berlangsung di Gedung KPK, kemarin, Selasa, 15 September 2020.
“Aset-aset milik negara yang menjadi perhatian KPK, yaitu aset Gelora Bung Karno (GBK), Kemayoran, dan Taman Mini Indonesia Indah (TMII),” ujar Kepala Satuan Tugas (Satgas) Koordinasi Pencegahan Wilayah II KPK Asep Rahmat Suwandha.
Berdasarkan data yang dikumpulkan KPK, pemanfaatan aset-aset negara seperti GBK, Kemayoran dan TMII, belum secara optimal menyumbang bagi pemasukan keuangan negara. Di saat kondisi ekonomi sedang sulit seperti sekarang, pemanfaatan aset negara harus benar-benar menjadi perhatian kita bersama.
“KPK akan melakukan pendampingan kepada Kemensetneg dalam pengelolaan dan pemanfaatan aset untuk menghindarkan kerugian negara. Harapannya, penataan BMN ini akan meningkatkan kontribusi kepada penerimaan keuangan negara,” imbuh Asep.
Sekretaris Kemensetneg Setya Utama, menyambut baik pendampingan KPK dalam pelaksanaan penertiban aset-aset yang dikelola Kemensetneg yang meliputi 3 aset tersebut.
Agenda penertiban dan pemulihan BMN di lingkungan Kemensetneg, kata Setya, telah mendapatkan dukungan kuat dari Menteri Sekretaris Negara.
Per 15 September 2020, sebut Setya, aset Kemensetneg terdiri atas BLU Pusat Pengelolaan Komplek (PPK) GBK senilai Rp347,8 Triliun, BLU PPK Kemayoran senilai Rp143,4 Triliun, TMII senilai Rp10,2 Triliun, dan Gedung Granada (Veteran) Semanggi senilai Rp2 Triliun.
“Sedangkan aset Monas belum dicatat oleh Kemensetneg karena dalam proses sertifikasi. Sesuai pengukuran BPN luas kawasan Monas adalah 716.906 meter persegi,” ungkap Setya.
Salah satu kendala yang dihadapi Kemensetneg dalam pengelolaan aset adalah untuk menagih kewajiban para penyewa karena konflik dengan pihak ketiga atau swasta. Padahal, kewajiban penyewa untuk membayar kontrak sudah ditetapkan sejak awal. Apabila dikelola langsung oleh negara, tanpa melalui pihak ketiga, hal-hal seperti ini tentu tidak perlu terjadi.