
Malang Post – Stunting merupakan salah satu tantangan besar dalam upaya pembangunan sumber daya manusia untuk mewujudkan generasi unggul dan berkualitas.
Kendati hasil Studi Kasus Gizi Indonesia (SSGI) Tahun 2021 menunjukkan terjadi penurunan angka prevalensi stunting dari 27,7% pada 2019 menjadi 24,4% pada 2021, angka tersebut masih cukup tinggi mengingat WHO menetapkan standar angka stunting di sebuah negara setidaknya berada di bawah angka 20%.Dengan angka prevalensi stunting 24,4%, artinya 6 juta dari 23 juta anak Indonesia mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak.
Pemerintah berupaya menurunkan angka stunting dengan menargetkan angka prevalensi stunting turun di angka 14% pada tahun 2024.Namun upaya serta tanggung jawab penurunan angka prevalensi stunting tidak bisa dilakukan secara parsial, melainkan perlu keterlibatan aktif serta kolaborasi multisektoral.
Untuk itu, BKKBN menggelar pertemuan Focus Group Discussion (FGD) di Fakultas Pertanian Peternakan Universitas Muhammadiyah Malang, Kamis (6/10/22).
Pertemuan ini dibuka resmi oleh Dekan Fakultas Pertanian Peternakan, Dr. Ir. Aris Winaya, MM., MSi, IPU., dan turut dihadiri Dekan Fakultas Kedokteran, Dr. dr. Meddy Setiawan, Sp.PD., dosen Fakultas Pertanian Peternakan, Prof. Dr. Ir. Indah Prihartini, MP., IPU.,Kemudian, Peneliti BRIN, Dr. Iswari Hariastuti, M.Kes., Koordinator Bidang Latbang Perwakilan BKKBN Provinsi Jawa Timur, Sukamto, SE., M.Si dan dosen di lingkungan Universitas Muhammadiyah Malang.Deputi Bidang Pelatihan, Penelitian dan Pengembangan (Lalitbang) BKKBN, Prof. drh. Muhammad Rizal Martua Damanik, MRepSc., PhD. mengatakan, perguruan tinggi mempunyai peran yang sangat penting dan strategis untuk membantu mengatasi permasalahan stunting yang terjadi di Indonesia.
“Peran perguruan tinggi menjadi sangat penting dan strategis, karena Bangsa kita masih tercatat dalam bagian wilayah stunting, yang masuk lebih dari 30 persen,” ujarnya.
Dirinya menyebut, perguruan tinggi dapat membantu pemerintah untuk memberikan pendampingan kepada keluarga yang beresiko stunting, sehingga ibu-ibu dapat melahirkan bayi yang sehat melalui Tri Dharma Perguruan Tinggi.
Salah satu peran Perguruan Tinggi adalah turut membantu masyarakat terutama pada pemenuhan gizi yang sehat, beragam dan seimbang.
“Masih ada masyarakat yang terdampak dengan penggunaan pestisida pada tanaman sayur dan buah, yang menyebabkan polutan. Sehingga dilakukan berbagai kegiatan bekerjasama dengan BKKBN untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat,” tuturnya.
Prof. Damanik juga berharap, agar sinergitasi yang luar biasa ini, bisa jadi referensi semua pihak untuk bergotong royong menangani permasalahan stunting.
“Mahasiswa penting, Mahasiswa Peduli Stunting, karena kesadaran dan pemahaman masyarakat adalah kunci utama dalam upaya mencegah dan mengatasi stunting,” pungkasnya.
Sementara, Dekan Fakultas Pertanian Peternakan, Dr. Ir. Aris Winaya, MM., MSi, IPU., bilang, dalam upaya percepatan penurunan stunting dapat dilakukan melalui berbagai pendekatan dengan melakukan penelitian jangka panjang serta secara intens dan berkesinambungan mengkomunikasikan isu-isu kesehatan di lapangan.
“Mahasiswa sebagai influencer untuk mengedukasi kepada masyarakat. Di kampus ada program KKN tematik, program dan kegiatan percepatan penurunan stunting menjadi program prioritas kami”, sebut dia.
Menurutnya, Perguruan Tinggi termasuk didalam struktur sebagai Koordinator Monitoring Evaluasi Percepatan Penurunan Stunting.
“Stunting merupakan salah satu tantangan besar dalam upaya pembangunan sumber daya manusia untuk mewujudkan generasi unggul dan berkualitas,” jelas dia. (Ocky Novianton)