Malang Post — Kasus dugaan pungutan liar (Pungli) dana pemakaman korban Covid-19 di Kota Malang terus menjadi pembahasan hangat. Beberapa hari lalu Pemkot Malang dan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait memberi penjelasan secara tertutup pada DPRD berkaitan dengan proses pencairan dana yang memang terhambat Surat Pertanggung Jawaban (SPJ).
Walikota Malang Drs H Sutiaji menuturkan. Pihaknya telah meminta dilaksanakan audit internal agar kasus ini segera terselesaikan. “Saya sudah minta Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) untuk lakukan audit,” tegasnya ketika ditemui di Balaikota, Senin (6/9/2021). Ditanya soal proses dan hasil audit, pemilik kursi N1 itu mengatakan masih belum usai hingga kini.
“Hasilnya masih saya tunggu, sampai sekarang diproses,” jelasnya kepada reporter City Guide 911 FM. Disinggung apakah ada kemungkinan penggelapan dana insentif petugas pemakaman, Sam Sutiaji sapaan akrabnya menjawab akan segera membeberkan apa adanya.
“Ini masih fifty-fifty. Bisa jadi benar atau tidak. Saya tidak akan menutup-nutupi itu karena masyarakat sudah cerdas,” ungkapnya. Mantan Wakil Walikota Malang era 2013-2018 itu menekankan, jika ada petugas pemakaman belum menerima insentif pada bulan Mei hingga Agustus, hal itu dikarenakan dana belum cair.
“Tapi kalau sebelum Mei, itu (Dana Insentif) sudah kita kucurkan. Misalkan mereka belum dapat, berarti kemungkinan ada penggelapan,” tuturnya. Jika dari hasil audit dan pemeriksaan nantinya ditemukan bukti penggelapan dana, dirinya menekankan hal ini segera dituntaskan.
“Laporkan ke saya. Langsung saja WA atau DM Instagram saya, yang penting bisa menunjukkan bukti dan mau bersaksi. Karena susah jika lapor saja tanpa ada saksi, apalagi masalah pungli. Jadi jangan takut terintimidasi, pasti dilindungi,” tandasnya.
Terpisah, seorang juru kunci makam RW 09 Kelurahan Pandanwangi, Kecamatan Blimbing, Suhari mengaku selama awal pandemi, ia hanya menerima insentif sebanyak tiga kali saja.
“Awal pandemi, saya memakamkan sekitar 7 jenazah covid. Saat itu, hanya terima insentif tiga kali, katanya Rp 750 ribu per makam. Tapi ternyata yang saya dapat tidak segitu,” terang dia.
Dia menyebut, saat itu petugas yang memberikannya insentif mengatakan ada beberapa potongan yang mengakibatkan ia tak bisa mendapatkan dana penuh.
“Katanya Rp 100 ribu potongan dari atasan, dan minta untuk transport Rp 100 ribu,” sambungnya.
Setelah tiga kali mendapat dana terpotong itu, juru kunci yang sekaligus penggali kubur tersebut tak pernah mendapatkan sejumlah uang lagi.
“Sampai saat ini, total sudah 30 lebih saya makamkan jenazah covid. Tidak pernah dapat insentif lagi,” ceritanya. Namun dengan kondisi seperti ini, ia mengaku ikhlas. “Mau bagaimana lagi, bukan hak saya mungkin. Ikhlas saja,” tukasnya. (yan)