
Malang Post – Selama ini beberapa masyarakat masih menganggap rumah ibadah sebagai momok karena penyebaran covid-19 dan mengundang kerumunan. Oleh karena itu Pemkot Malang meminta mindset kurang baik tersebut diubah oleh berbagai pihak terkait.
Tempat ibadah bisa dijadikan basis kuat dan benteng penanganan serta mengkampanyekan tentang pentingnya prokes, namun tetap tidak melupakan saat ibadah harus memakai masker sebagai ikhtiar dhohir.
“Mindset kita ubah dulu. Selama ini ada kasus klaster masjid dan itu sudah terjadi serta bisa ditangani. Justru dari masjid dan tempat ibadah lainnya adalah perang melawan covid-19,” Walikota Malang, Drs H Sutiaji, di Gazebo Balaikota, Selasa (24/8/21).
Pemkot Malang juga meminta, lahan masjid yang dikelola NU dan Muhammadiyah agar diinventarisir. Jika sewa tanah masih miliknya Pemkot Malang, agar diinventarisir. Sehingga kedepan akan diajukan dan dibebaskan.
“Karena jika masih menjadi beban, kemungkinan meminta keringanan akan mempersulit birokrasi. Akan kita hibahkan kepada masyarakat, agar menjadi kekuatan kita bersama,” tambah dia kepada reporter City Guide 911 FM.
Sementara itu, Ketua Takmir Masjid Al-Fattah Ali dan Pengasuh Ponpes Bahrul Maghfiroh,Prof Dr Ir Muhammad Bisri MS mengatakan, jamaah masjid perlu diberikan pengetahuan tentang penanganan covid-19. Literasi aktif bisa salah satunya dengan buku saku seputar pandemi dan virus.
“Kalau pegangan buku saku paling tidak kalau begini tindakannya bisa seperti ini. Intinya bisa menjaga diri, tidak merepotkan orang lain,” ucap dia.
Dirinya menjelaskan, fasilitas di Masjid Al-Fattah Ali sangat lengkap dengan ditunjang keperluan kesehatan. Mulai dari obat-obatan sampai menyediakan tabung oksigen.
“Insya Allah, nanti kedepan akan ada pelatihan pemulasaran jenazah covid-19. Sehingga lama-lama ada kemandirian kesehatan,” lanjutnya.
“Awalnya madrasah sering ditutup, banyak keluhan dari jamaah, akhirnya jalan tengah kami membuat Rumah Beribadah Bergerak, supaya rumah ibadah sebagai penggerak. Dan jamaah bisa jamaah dengan konsepnya adalah kemandirian kesehatan,” tambah dia.
Menurutnya, pendekatan dilakukan secara dua arah. Pertama secara ruhaniah, kemudian kedua usaha secara nyata dengan bekersama gotong-royong.
“Jika satu wilayah mematuhi prokes tempat ibadah, maka satu RW akan menjadi percontohan yang baik. Kami padukan kolaborasi antara ikhtiar dhohir dan ikhtiar batin. Tantangan agama Islam dikombinasi dengan duniawi,” tuturnya.
Ia mencontohkan, seperti kegiatan yang rutin dilakukan di Masjid Al-Fattah Ali. Mengumpulkan 25 orang secara rutin dan berkala dalam satu bulan menggelar pengajian kesehatan.
“Jamaah diharapkan mengetahui kalau terpapar covid begini lo. Kita berikan vitamin, probiotik. Rencana Rumah Ibadah Bergerak bakal diterapkan di seluruh masjid,” pungkas dia. (yan)