
Malang Post – Hasil tebangan kayu masih menjadi andalan Perum Perhutani Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Malang untuk berkontribusi dalam Provisi Sumber Daya Hutan. Bahkan tahun 2020, jika dibandingkan dengan hasil PSDH non kayu, hasil tebangan kayu sekitar 5 kali lipat lebih banyak.
Kepala Seksi (Kasi) Perencanaan dan Pengembangan Bisnis Perum Perhutani KPH Malang, Hermawan mencatat. Tahun 2020, kontribusi yang dihasilkan dari tebangan kayu mencapai Rp 293.389.238. Sedangkan untuk hasil PSDH non kayu hanya sebesar Rp 45.280.889.
“Kalau untuk di Kabupaten Malang, masih banyak kayu jati, mahoni dan pinus. Sedangkan untuk non kayu itu seperti getah pinus, kopi, hijauan makanan ternak (HMT),” ujar Hermawan, Kamis (8/7/2021).
Lebih detil Hermawan menjelaskan. Untuk jumlahnya, hasil tebangan kayu tahun 2020 mencapai 7.730 m³. Sementara yang mendominasi adalah kayu jati, sebesar 2.286 m³. Sedangkan sisanya sebesar 5.443 m³ adalah hasil tebangan kayu rimba. Seperti kayu mahoni dan pinus.

Dirinya menjelaskan bahwa terkait jumlah PSDH yang dihasilkan sudah cenderung stabil setiap tahunnya. Pasalnya, kawasan atau jumlah pohon yang akan ditebang setiap tahun, sudah tercantum di dalam Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan (RPKH).
“Jadi semuannya diatur dalam RPKH. Sehingga perubahan yang terjadi biasanya cenderung stabil. Hubungannya kan dengan kelestarian hutan, sehingga, sudah dipetakan, mana-mana saja yang akan ditebang, dan mana saja yang masih belum waktunya ditebang,” jelas dia.

Sementara berdasarkan RKPH tahun 2021, untuk tahun 2021 mendatang, jumlah kayu yang bakal siap ditebang totalnya mencapai 7.745 m³. Rinciannya, kayu jati 1.905 m³ dan sisanya sebesar 5.841 m³ berupa kayu rimba.
Sementara itu, selain PSDH dari kayu dan non kayu, Perum Perhutani juga mengelola sejumlah tempat wisata yang berada di kawasannya. Dimana hasilnya, juga dikembalikan ke Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Malang melalui Badan Pendapatan Daerah (Bapenda). Tahun 2020 lalu, besarnya mencapai Rp 1,2 Miliar.
“Kalau kita proporasinya ke Pemkab Malang itu sebesar 20 persen. Kalau besarnya sekitar Rp 1,2 Miliar. Sedangkan untuk tahun ini, kita tidak bisa berharap terlalu banyak. Artinya karena memang kondisi sedang pandemi. Karena kalau tempat wisata kan tergantung kunjungan wisatawannya,” pungkas Hermawan.(yan)