Malang Post – Agrososiopreneur merupakan ciri pertanian maju, mandiri dan modern. Kementerian Pertanian (Kementan) mendorong agar petani tak lagi menjual produk mentah. Melainkan produk olahan dari produk yang dihasilkan.
Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP) Kementan, Dedi Nursyamsi mengatakan. Tujuan pembangunan pertanian nasional, yakni menyediakan pangan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Meningkatkan kesejahteraan petani dan menggenjot ekspor.
“Untuk mewujudkan ketiga hal tersebut, kata kuncinya adalah peningkatan produktivitas pertanian. Produktivitas itu di dalamnya ada kualitas, kuantitas dan kontinuitas,” kata Dedi saat mengisi kuliah umum di Polbangtan Malang dengan tema ‘Agrososiopreneur Berbasis Teknologi di Era Revolusi Industri 4.0 dan Society 5.0’, Kamis (24/6/2021).
Menurutnya, para petani siap tak siap, mau tak mau harus bertransformasi. Dari pola pertanian tradisional ke sistem pertanian modern. Pihaknya juga memaparkan ada beberapa ciri pertanian modern. Salah satunya, adalah penggunaan inovasi teknologi dan mekanisasi dalam sektor pertanian.
“Ciri lainnya dalam sistem pertanian modern adalah harus menggunakan varietas berprovitas tinggi. Dengan pertanian modern produktivitas akan meningkat,” paparnya.
Poduktivitas pertanian akan meningkat ketika pola pertanian bergeser ke arah modern. Sebab, penggunaan alat-alat mekanisasi pertanian akan mengurangi biaya produksi dan mempercepat proses produksi.
“Dengan alat mesin pertanian (alsintan) akan mengurangi biaya produksi 40-60 persen. Proses produksi juga bisa berlangsung cepat,” pungkasnya.
Ciri ketiga pertanian modern di era 4.0 adalah pemanfaatan teknologi informasi, internet of things dan lain sebagainya.
“Dahulu pertanian kita hanya tanam, petik, jual. Tapi sekarang, pertanian harus bergerak dari hulu ke hilir sampai pada proses pascaproduksi dan pemasarannya,” ungkapnya.
Dalam pertanian modern, petani tak lagi hanya sekadar menjual produk tanaman pangan dan hortikultura mereka saja.
“Hasil produksi diolah dulu. Petani jangan lagi jual gabah, tapi beras dengan kemasan yang cantik. Petani ubi jangan jual ubi, tapi keripik. Petani jagung jangan lagi jual jagung, tapi tepung jagung,” katanya.
Untuk itu, perlu adanya transformasi besar-besaran dalam sektor pertanian nasional.
“Transformasi mindset, pola pikir harus diubah. Dulu, pertanian itu keterpaksaan karena tak ada lapangan pekerjaan. Tetapi sekarang, pertanian yang harus menghasilkan lapangan pekerjaan. Orientasi pertanian harus bisnis,” tegas dia.
Sementara itu, Direktur Polbangtan Malang, Setya Budhi Udrayana tak menampik jika era saat ini pertanian tak bisa dilepaskan dari kemajuan zaman. Adaptasi sektor pertanian dengan perubahan yang bergulir dengan cepat harus dilakukan setiap saat.
“Dunia sudah tak bisa dilepaskan dari teknologi informasi. Tugas pertanian menjaga pangan bagi seluruh rakyat Indonesia. Tugas menjaga pertanian itu mulia dan sangat menjanjikan,” katanya. (*)