Malang Post– Penganiayaan dan penyekapan dialami Mia Tri Susanti (36), yang sehari-hari bekerja di The Nine House Alfresco Malang.Peristiwa itu terjadi di tempat kerjanya dan pelakunya diduga salah satu owner rumah hiburan itu.
Peristiwa ini sudah dilaporkan korban ke Kepolisian Resort Malang Kota, Kamis (18/6/2021) malam. Laporan korban diterima dan diberkas oleh Aiptu Endik Kusaeni.
Dalam laporannya, korban menyebut pelaku penganiayaan adalah pimpinannya yang juga salah satu owner The Nine House di Jalan Tangkuban Perahu Kota Malang.
Akibat penganiayaan, bagian mata kiri korban memar. Beberapa bagian di tangan, kaki, dada dan kepala lebam.
Pengakuan korban, peristiwa itu terjadi karena korban diduga melakukan korupsi uang perusahaan.
Korban sehari-hari bekerja di bagian purchasing. “Saya dianiaya dipukul disuruh mengakui apa yang tidak pernah saya perbuat,” kata korban usai melapor ke Mapolres Malang Kota.
Terjadinya peristiwa ini, cerita Mia, diawali Rabu sekitar pukul 13.00 ia dijemput petugas sekuriti The Nine House Alfresco di rumahnya di Jalan Letjen Sutoyo Lowokwaru Malang.
Selama dalam perjalanan, ponsel milik korban diambil oleh dua sekuriti yang menjemputnya.
Setelah sampai di The Nine, korban disuruh menunggu owner yang datang sekitar pukul 15.00.
Setelah owner datang, korban langsung diinterogasi. Tuduhannya korban melakukan korupsi dan memaksa minta komisi ke suplier. Karena korban tidak mengakui, maka terjadilah penganiayaan.
“Sambil direkam, saya harus mengatakan dan mengakui bahwa saya melakukan korupsi sebesar Rp 4,7 juta total keuangan yang berasal dari semua suplier yang dituduhkan kepada saya,” ungkap Mia.
“Kalau saya tidak menuruti kemauan owner, saya terus-menerus ditampar, rambut ditarik, ditendang paha juga betis saya. Juga dipukul di dada dan pinggang sebelah kiri saya oleh sekuritinya,” terang dia.
Setelah dianiaya, korban dimasukkan ke dalam sebuah ruangan khusus dan dijaga petugas sekuriti.
“Saya disekap tidak boleh menghubungi siapa pun karena hape saya dirampas. Sempat minta tolong menulis ke seseorang kalau saya dianiaya dan disekap, tulisan itu tidak bisa tersampaikan karena saya pura-pura ke kamar mandi dan selalu diikuti sekuriti,” jelasnya.
“Saat masuk ruangan itu owner suruh matikan CCTV-nya, karena dia (owner, red) bebas memukul dan menganggap dirinya kebal hukum,” tutur korban.
Masih cerita korban, uang yang dituduhkan hasil korupsi pembelian barang adalah murni komisi dari suplier. Tetapi pimpinannya menganggap korban memaksa minta komisi ke suplier.
“Padahal saya diberi suplier bukan karena paksaan. Saya disuruh ngomong meminta, kalau tidak ditendang dan dianiaya,” tukas dia.
Pimpinannya menduga ada transaksi suplier ke rekening korban setelah melakukan tracking rekening bank milik korban. “Padahal itu (rekening masuk) adalah angsuran kreditan dituduhkan nama suplier,” tegas dia. (ir)