AMEG – Penasihat hukum terdakwa Eryk Armando Talla (Nomor Perkara 82/Pid.Sus-TPK/2020/PN Sby), Meka Dedendra SH menanggapi pembacaan replik atau jawaban JPU (Jaksa Penuntut Umum) KPK atas pembelaan terdakwa Eryk Armando Talla. Hal itu dilakukan Meka Dedendra seusai sidang Selasa (6/4/21) lalu.
Menurut Meka, apa yang ditanyakan dalam pledoi adalah soal detail pasal tuntutan JPU KPK terhadap Eryk Armando Talla. Bukan menyatakan keberatan terhadap pengadilan yang mengadili perkara tersebut. “Pledoi kami tidak pernah menyatakan keberatan mengenai pengadilan yang mengadili perkara ini. Dan kami juga tidak keberatan terhadap materi pokok kasus ini. Menurut kami hal itu sudah jelas,” kata Meka Dedendra.
Dua hal tersebut, lanjut Meka, yang melandasi pandangan mereka sebagai penasihat hukum terdakwa Eryk. “Sehingga dari awal kami memang tidak perlu mengambil langkah atau kesempatan untuk mengajukan eksepsi (bantahan) terhadap dakwaan JPU No.70/TUT/01.04/24/12/2020. Hal ini sesuai dengan apa yang diatur dalam ketentuan Pasal 156 KUHAP,” katanya.
Namun, lanjut Meka, yang mereka cantumkan pledoi terdakwa Eryk Armando Talla adalah pertanyaan soal detail pasal yang didakwakan, yaitu Pasal 12 B UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Pasal 12 B tersebut kan terdiri dari dua ayat, yaitu ayat 1 dan ayat 2. Di dalam ayat 1 terdiri dari huruf a dan huruf b. Padahal unsur-unsurnya berbeda.
Sehingga menjadi pertanyaan bagi kami, pasal mana tepatnya yang dimaksudkan oleh JPU dalam mendakwa dan menuntut klien kami. Ini yang kemudian kami nyatakan sebagai tuntutan yang tidak jelas, tidak cermat dan tidak lengkap. Ini mengacu pada ketentuan Pasal 143 KUHAP,” kata Meka.
Di sisi lain, lanjut Meka, tidak ada satu pun ketentuan peraturan perundang-undangan yang menyatakan bahwa hal itu tidak diperbolehkan dimasukkan dalam materi pledoi. “Dalam banyak putusan pengadilan yang telah masuk pokok perkara, artinya bukan putusan sela, hal ini menjadi landasan hakim dalam menentukan putusan,” kata Meka.
Seperti diketahui dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Surabaya, Selasa (6/4/21) lalu, JPU KPK menyampaikan replik atau jawaban atas pembelaan (pledoi) terdakwa Eryk Armando Talla. Salah satu isinya menjawab pembelaan Eryk yang menyebutkan tuntutan JPU disusun secara tidak cermat, tidak jelas dan tidak lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan.
Menurut JPU hal itu harus ditolak. Karena apa yang menjadi dalil dari penasihat hukum terdakwa Eryk Armand Talla merupakan materi yang seharusnya diajukan dalam tahapan keberatan atas dakwaan yang diajukan penuntut umum. “Kesempatan untuk mengajukan keberatan tersebut, saat itu tidak dipergunakan oleh terdakwa maupun penasihat hukumnya,” kata JPU KPK Arif Suhermanto.
Sesuai dengan apa yang diatur dalam pasal 156 KUHAP, lanjut Arif, yaitu pasal yang mengatur materi keberatan dari penasihat hukum. Hal itu meliputi keberatan mengenai pengadilan yang tidak berwenang mengadili perkaranya atau dakwaan tidak dapat diterima atau surat dakwaan harus dibatalkan.
Berdasarkan pasal 156 KUHAP, maka materi mengenai dakwaan yang tidak cermat, jelas dan lengkap harus diajukan pada kesempatan yang diberikan kepada terdakwa dan penasihat hukumnya untuk mengajukan keberatan.
“Penasihat hukum terdakwa perlu kiranya untuk mempelajari kembali ketentuan dalam pasal 156 KUHAP dan pasal 182 ayat (1) huruf b KUHAP sehingga tidak lagi tertukar mana materi yang seharusnya disampaikan dalam keberatan atas surat dakwaan (eksepsi) maupun materi dalam pembelaan (pledoi),” kata Arif.
Disebutkan oleh Arif, di dalam Pasal 12 B UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sebagaimana telah diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dua ayat tersebut merupakan satu kesatuan dalam delik tindak pidana gratifikasi yang diatur dalam satu pasal. “Maka pencantuman Pasal dalam surat dakwaan adalah sudah tepat. Bahwa surat dakwaan yang disusun penuntut umum sudah menguraikan dengan jelas unsure-unsur pasal yang didakwakan, termasuk uraian unsure-unsur Pasal 12 B,” lanjut Arif.
Sidang kasus gratifikasi di Kab Malang, Selasa (6/4) lalu digelar dua kali, dengan rentang waktu berurutan. Diawali dengan pembacaan jawaban JPU atas pembelaan terdakwa Eryk Armando Talla. Disusul dengan pembacaan jawaban JPU atas pembelaan terdakwa Rendra Kresna. Sidang dipimpin Ketua Majelis Hakim I Ketut Suarta SH MH.
Dua terdakwa mengikuti jalannya sidang secara online. Eryk Armando Talla dari Rutan KPK, Jakarta. Begitu pula dengan Rendra Kresna yang tengah menjalani hukuman pidana di kasus pertama. Rendra mengikuti jalannya sidang dari Lapas Porong, Sidoarjo. Jawaban JPU atas pembelaan terdakwa (replik) dibacakan tim JPU KPK, Arif Suhermanto, Handry Sulistiawan dan Ihsan secara bergantian. (jan)