Batu – Saat ini masuk musim panen raya padi. Setidaknya berlangsung hingga April 2021. Stok beras pun menjadi surplus. Harga beras juga turun. Jika kebijakan impor beras pemerintah pusat dijalankan, petani padi akan menjerit. Karena harga jual beras lokal bisa anjlok.
Gubernur Khofifah Indar Parawansa menyatakan, ketersediaan komoditi pangan di Jawa Timur masih aman. Paling tidak hingga Mei 2021. Maka Pemprov Jatim menegaskan, tak akan menampung beras impor.
Kepala Bidang Ketahanan Pangan, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) Kota Batu, Lestari Aji menyampaikan. Berdasarkan data dari sistem informasi kependudukan (SIAK) pada bulan Februari 2021, tercatat jumlah penduduk Kota Batu 220.816 jiwa.
“Dari jumlah tersebut, estimasi kebutuhan beras di Kota Batu selama satu tahun sebanyak 19.807, 2 ton. Jika dihitung per bulan, diperoleh angka 1.650,60 ton,” jelasnya kepada Di’s Way Malang Post.
Pemkot Batu tak bisa menyerap padi dari petani. Padi diserap oleh BUMD maupun BUMN. Ini sesuai PP No 17 tahun 2015 tentang ketahanan pangan dan gizi. Oleh sebab itu, pihaknya menjalin kerjasama dengan Bulog dan berkoordinasi dengan penggilingan beras.
Sebenarnya BUMD Pemkot Batu, yakni PT BWR bisa menyerap langsung hasil pertanian padi dari petani. Namun sayangnya, belum bisa dijalankan. Karena PT BWR belum memiliki fasilitas dan SDM.
Lestari menyatakan, saat ini ada 25 ton beras yang disimpan di gudang ketahanan pangan. Jumlah tersebut merupakan sisa cadangan beras tahun 2020. “Rencananya, cadangan beras 25 ton itu, akan disalurkan tahun 2021 ini,” ungkapnya.
Kasi Bina Produksi Pertanian DPKP Kota Batu, Yusuf Effendi memastikan pihaknya tak akan menampung beras impor. Sebagaimana rencana pemerintah pusat. Pasalnya, Jawa Timur tak mengambil beras impor, karena surplus.
Yusuf menjelaskan, sesuai data Susenas BPS 2020, kebutuhan beras di Kota Batu mencapai 52,57 ton per hari. Maka hasil panen padi di Kota Batu belum mencukupi kebutuhan masyarakat. Untuk memenuhi kebutuhan, dipasok beras dari Kabupaten Malang dan Kediri.
“Secara keseluruhan, areal persawahan padi di Kota Batu seluas 600 hektar. 441 hektar sudah melakukan panen dua kali, Oktober 2020 hingga Maret 2021. Desa Pendem menjadi pusat pertanian padi di Kota Batu,” urainya.
Tiap hektar lahan sawah, bisa memproduksi gabah 8 ton. Di Pendem, indeks pertanamannya hingga 2,5. Artinya, dalam setahun bisa tanam dua hingga tiga kali.
Selain Pendem, sejumlah desa juga menanam padi. Seperti Giripurno dan Tulungrejo. Namun petani menanam padi hanya saat musim hujan. Saat kemarau, mereka menanam sayuran.
“Memang 80 persen pertanian Kota Batu didominasi holtikultura. Untuk 20 persen, sisanya baru ditanami padi,” ungkapnya.
Kepala Desa Pendem, Tri Wahyuwono Effendy menjelaskan. Ada 200 hektar lebih lahan yang ditanami padi di desanya. Setiap panen, satu hektar sawah bisa menghasilkan 10 ton beras.
“Nah dari hasil tersebut, bisa dilihat dalam setiap kali panen bisa menghasilkan berapa ton beras. Dari luas tanah 200 hektar itu, terbagi di empat dusun,” jelasnya.
Jika dihitung, setiap kali panen raya tiba. Desa Pendem memiliki stok beras 20 ribu ton. Ia menjelaskan, stok itu sudah sangat cukup untuk ketahanan pangan di Desa Pendem. Namun jika digunakan untuk seluruh Kota Batu masih sangat kurang. (ano/jan)