Surabaya – Enam saksi dihadirkan dalam sidang kasus gratifikasi Dinas Pendidikan (Dindik) Kab Malang, Selasa (2/2).
Sidang ini menjerat terdakwa Eryk Armando Talla (Nomor Perkara 82/Pid.Sus-TPK/2020/PN Sby) dan terdakwa Rendra Kresna (Nomor Perkara 84/Pid.Sus-TPK/2020/PN Sby). Digelar di Pengadilan Tipikor Surabaya, dipimpin Ketua Majelis Hakim Dr Johanis Hehamony SH MH.
Enam saksi yang dihadirkan: Hary MB Tanjung (Kabag LPSE-Lembaga Pengadaan Secara Elektronik-Kab Malang), Ubaidilah (Pengusaha pemenang lelang 2013), Budiono (Ajudan Rendra Kresna saat menjabat Bupati Malang), Sudarso (pengusaha), Heru Supriambodo (Sekretaris Dinas Koperasi Kab Malang) dan Adinata (adik terdakwa Eryk Armando Talla).
Saksi Hary Tanjung giliran pertama memberikan keterangan. Ia ditanya Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Eva Yustisiana, seputar pertemuannya dengan Eryk Armando Talla, Ali Murtopo dan Rendra Kresna tahun 2010.
Saat itu, kata Hary Tanjung, pertemuan digelar di ruang kerja Bupati Rendra Kresna. Dihadiri semua kepala dinas. Intinya membicarakan pengkondisian lelang elektronik.
“Mengapa digelar pertemuan untuk pengkondisian lelang? Apa disebutkan untuk mengumpulkan fee, menutup hutang Pilkada Bupati Rendra Kresna?,” tanya Eva.
“Ya. Ada memang dibahas kebutuhan bupati yang cukup besar. Tapi detailnya saya tidak tahu,” kata Hary.
Eva kemudian membacakan BAP Hary Tanjung. Disebutkannya, menurut informasi, lelang dilakukan secara elektronik. Agar ada pengumpulan fee untuk menutup kebutuhan hutang Pilkada Bupati Malang Rendra Kresna.
Hary pun mengiyakan BAP tersebut. “Saya tahu informasi itu dari Eryk,” katanya.
Menurut saksi Hary Tanjung, karena lelang elektronik termasuk baru di Kabupaten Malang, maka hal itu dibahas. Termasuk pengkondisian pemenang lelang 2011.
“Jadi perusahaan-perusahaan yang ingin menang lelang, harus melalui Eryk Armando Talla. Waktu itu tahun 2011, yang menang lelang Ali Murtopo. Secara teknis, saya tidak mengikuti. Tapi Eryk dan Ali Murtopo itu satu kelompok. Jadi, pemenang lelang kalau bukan Ali Murtopo ya Eryk,” katanya.
“Anda juga yang mempromosikan Mashud Yunasa (Direktur PT JePe Perss Media Utama) dari Jawa Pos Group pada Bupati Rendra Kresna, sebelum yang bersangkutan memenangkan lelang 2012? Bagaimana ceritanya?,” tanya Jaksa Eva.
Saksi Hary Tanjung terdiam agak lama. Sehingga ditegur Ketua Majelis Hakim, Johanis Hehamony.
“Saudara mohon untuk kooperatif. Jangan ada yang disembunyikan. Karena saudara sudah disumpah. Jelaskan apa yang saudara tahu,” kata Johanis.
“Untuk DAK Dinas Pendidikan 2012, saya melaporkan keinginan Mashud Yunasa untuk menggarap proyek tersebut. Saya bilang, Yunasa punya sisi positif. Karena berasal dari media, Jawa Pos Group. Sehingga ada efek pemberitaannya di JP Radar Malang. Bisa menguasai media,” kata Hary.
“Bagaimana tanggapan Bupati Rendra Kresna saat itu?,” tanya Eva.
“Pak bupati sangat berminat. Maka Yunasa lah pemenang lelang 2012. Tetap ada fee yang diurus Eryk. Sekitar 20 persen hingga 22 persen. Begitu juga tahun 2013, Ubaidilah pemenang lelang. Mengenalkan Ubaidilah ke Eryk,” katanya.
“Saudara tahu, ada sekian dari fee diberikan ke bupati. Saudara tahu dari mana?,” kejar Jaksa Eva.
Hary Tanjung menceritakan. Bahwa ia pernah diajak Eryk Armando Talla dan Ali Murtopo untuk menyerahkan uang ke Rendra Kresna.
“Pernah ikut ke rumah Pak Rendra. Tas berisi uang dititipkan lewat Budiono, ajudan bupati. Awalnya saya tidak tahu jumlahnya. Tapi kemudian diberitahu Eryk, jumlahnya Rp 750 juta,” lanjut Hary Tanjung. (azt/jan)